Monday, May 16, 2016

Sengon (Paraseriantes falcataria L.

Menurut Martawijaya (1977), sistematika tanaman sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi:Angiospermae
Kelas :Dicotyledonae
Bangsa :Fabales
Famili :Fabaceae
Sub Famili:Mimosoidae
Marga : Paraserianthes
Jenis : Paraserianthes falcataria

Nama lokal / daerah Sengon (umum), jeunjing (sunda), sengon laut (jawa), sika (maluku), tedehupute (sulawesi), bae, wogan (irian jaya). Ciri umum, kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap.Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering.

Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin (Martawijaya dan Kartasujana, 1977).

Iskandar dkk (2008) mengatakan bahwa pohon sengon tercatat sebagai salah satu jenis yang pertumbuhannya cepat. Pada umur 1 tahun dapat mencapai tinggi 7 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai tinggi 39 m dengan diameter lebih dari 60 cm dan tinggi cabang 10—30 m. Diameter pohon yang sudah tua dapat mencapai 1 m, bahkan kadang lebih. Batang umumnya tidak berbanir, tumbuh lurus dan silindris. Pohon sengon memiliki kulit licin, berwarna abu-abu atau kehijau-hijauan. Tajuknya berbentuk perisai, jarang dan selalu hijau. Pohon sengon memiliki daun majemuk dengan panjang bisa mencapai 40 cm. Dalam satu tangkai daun terdiri dari 15-25 daun dengan daun berbentuk lonjong.

Alrasyid (1973), menyatakan sengon dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, bahkan pada jenis tanah yang drainasenya jelek atau tanahnya tandus masih dapat tumbuh.Tanaman ini dapat tumbuh baik pada jenis tanah regosol, alluvial, dan latosol. Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan tingkat kemasaman agak masam sampai netral. Pada tanah yang sangat masam pertumbuhannya kerdil.

Tempat tumbuh terbaik untuk sengon berkisar 10—800 m dpl, tetapi dapat juga tumbuh sampai ketinggian 1.600 m dpl. Dari hasil penelitian Sukarya (1997) dalam Iskandar dkk (2008) mengemukakan bahwa tanaman sengon yang ditanam pada zona agroklimat sangat sesuai (elevasi: 0-800 m dpl, curah hujan 2.500-400 mm/tahun, bulan kering < 5 bulan, penyinaran 1.000-2.000 jam/tahun dan kelembaban relatif, RH 70-85%), memiliki panjang serabut kayu rata-rata 24,2µm, diameter pori 144µm, berat jenis kayu 0,29, kadar ekstraktif 2,73% serta memiliki nilai penyusutan kayu yang lebih kecil.

Dari hasil penelitian Syahri (1991) dalam Ismail dkk (2008) menyatakan, tanaman sengon mulai banyak dikembangkan sebagai tanaman hutan rakyat karena dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yangluas, tidak menuntut persyaratan tempat tumbuh yang tinggi dan mempunyai banyak manfaat seperti bahanbangunan ringan di bawah atap, bahan baku pulp dan kertas, peti kemas, papan partikel dan daunnya sebagai pakan ternak.

Bahan Bacaan

Ahmad. S.N.,2008. Mengenal Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria).http://Sanoesi.Wordpress.com/2008/12/18/mengenal-kayu-sengon-Paraserianthes-falcataria/.Di akses tanggal 10 Oktober 2012.

Alrasyid. 1973. Kayu Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Burhan Ismail dan Yayan Hadiyan, 2008. Evaluasi Awal Uji Keturunan Sengon (Falcataria moluccana)Umur 8 Bulan Di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal PemuliaanTanaman Hutan Vol. 2 No. 3, November 2008 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

No comments: