Saturday, May 14, 2016

5 Parameter Kesuburan Tanah

Asgar Taiyeb Laboratorium Ilmu-Ilmu Kehutanan Fahutan Untad

Untuk memanfaatkan potensi wilayah bagi pengembangan pertanian, perlu adanya penilaian yang menyangkut kesuburan tanah di samping penilaian-penilaian lain yang menunjang usaha tersebut. Untuk itu pemahaman kita mengenai tanah hutan mutlak dibutuhkan.

Di dalam penilaian ini, berbagai cara dapat dilakukan. Di antaranya melalui analisis tanaman-tanaman dan hara tanah yang juga dilengkapi dengan penilaian-penilaian lapangan mengenai gejala-gejala pertumbuhan tanaman, terutama tanaman budidaya. Penilaian kesuburan tanah merupakan proses yang mendiagnosis permasalahan unsur hara dan menerapkan anjuran dalam hal pemupukan.

Proses mendiagnosis masalah unsur hara tanaman dan menetapkan anjuran pupuk di wilayah tropis didasarkan pada pendekatan yang berbeda pada tahap kecanggihan yang berlainan.

Program penilaian kesuburan tanah dapat dipilahkan menjadi: analisis tanah, analisis tanaman, omission element di rumah kaca, uji coba pupuk sederhana.

Penilaian kesuburan tanah berdasarkan analisis tanah merupakan salah salah satu pendekatan yang terpopuler. Program ini dikembangkan oleh International Soil Fertility Evaluation and Improvement Program, ISFEIP. Penilaian ini terutama bertalian dengan unsur hara tanaman dan keadaan tanah. Penilaian menyangkut tingkat ketersediaan dan kesetimbangan hara di dalam tanah, termasuk cara yang tepat untuk menaksir seluruh faktor tersebut (analisis tanah, analisis tanaman, klasifikasi tanah, keadaan iklim).

Perbaikan meliputi penambahan pupuk buatan, gamping, pupuk alam, dan tambahan lain pada tanah dalam jumlah, waktu dan cara tertentu, sehingga dapat memberi lingkungan hara yang optimum untuk memperoleh hasil panen.

Program penilaian dan perbaikan tanah adalah khas tempat dan khas keadaan. Penggunaan informasi yang bijaksana mencakup pertimbangan terhadap beberapa faktor yang pengaruhi produksi, tenaga kerja, ekonomi dan ekologi. Hanya analisis tanah saja tidak dianggap sebagai cara pendekatan yang memuaskan. Nilai yang diperoleh dalam analisis tanah adalah angka empiris yang hanya berarti bila dikorelasikan dengan tanggapan hasil.

. Unsur Hara

Berdasarkan unsur hara yang diperlukan tanaman dan fungsinya, unsur hara tersebut digolongkan ke dalam unsur hara makro (C,H,O,N,P,K,Ca,Mg, dan S) dan mikro (Fe, Mn, Zn, Cu Bo,Co, Mo,Na,Cl,dan Si).


Syarat unsur hara makro:

  • Diperlukan dalam jumlah cukup banyak
  • Kekurangan salah satu unsur hara makro akan menimbulkan gejala defisiensi yang sulit disembuhkan dengan pemberian unsur makro yang lain.
  • Kelebihan unsur hara makro tidak menimbulkan keracunan pada tanaman.
  • Syarat unsur hara mikro:

  • Diperlukan dalam jumlah sedikit
  • Kekurangan salah satu unsur hara makro akan menimbulkan gejala defisiensi namun bisa disembuhkan dengan pemberian unsur mikro yang lain
  • Kelebihan unsur hara mikro dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman.
  • Peranan unsur hara utama dan sumbernya sebagai berikut:

    Nitrogen (N)

    Karena N dari atmosfer tidak dapat segera dimanfaatkan langsung oleh tanaman, N yang tersedia terutama dari mineralisasi, humus, air hujan, bakteri pengikat Nitrogen yang hidup pada nodul akar pohon-pohon tertentu. Nitrogen merupakan unsur penting dalam asam nukleat, klorofil dan protein, serta menentukan dalam produksi bahan vegetatif, termasuk daun dan kayu.

    Fosfor (P

    Walaupun total Fosfor dari senyawa organik dan anorganik di dalam tanah biasanya relatif tinggi, jumlah ion fosfat yang tersedia yang dapat diserap tanaman umumnya sedikit. Khususnya pada tanah-tanah asam, fosfor banyak terikat pada senyawa metal dan tidak tersedia bagi tanaman.

    Fosfor merupakan untuk penting dalam nukleoprotein dan dalam bentuk asam Fosfat mengendalikan metabolisme energi dari tanaman. Proses biokimia fotosistesis tidak mungkin terjadi tanpa kehadiran fosfat. Pemupukan asam fosfat banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter dan lignifikasi jaringan.

    Kalium (K)

    Kalium merupakan bagian dari mineral tanah yang disebut feldspat dan mika, tetapi tidak menjadi bagian dari senyawa-senyawa organik. Kalium berfungsi antara lain: menambah tekanan osmotik dalam sel dan menambah ketahanan terhadap kekeringan pada tanaman.

    Kalsium (Ca)

    Kalsium banyak ditemukan dalam berbagai kombinasi dalam batuan (gunung kapur) dan mineral tanah. Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah. Jika pH terlalu rendah ketersediaan fosfor akan berpengaruh. Jika nilai pH terlalu tinggi, juga akan berpengaruh terhadap pengambilan Fe dan Mg.

    Mangesium dan Besi (Mg dan Fe)

    Mg dan Fe merupakan komponen utama klorofil dan dibutuhkan dalam jumlah yang cukup oleh tumbuh-tumbuhan hijau. Mg juga berfungsi sebagai regulator sejumlah proses biokimia dalam tumbuh-tumbuhan.

    B. DEFISIENSI UNSUR HARA

    Beberapa penyebab defisiensi unsur hara, antara lain :

  • Ketidak suburan pada jenis-jenis tanah tertentu.
  • Laju siklus hara yang tidak lengkap pada lahan yang tidak subur. Akumulasi seresah berlebihan, kadang-kadang dapat menimbulkan ketidakseimbangan proporsi unsur hara.
  • Faktor iklim, misalnya curah hujan yang terlampau rendah atau terlalu tinggi.
  • Interaksi beberapa unsur hara. Tingkat ketersediaan satu unsur hara dapat mempengaruhi kebutuhan unsur hara lain, misalnya pemupukan P dapat menyebabkan defisiensi K.
  • Ketidak cukupan asosiasi mikoriza dan kompetisi gulma yang berlebihan.
  • Secara umum, ada 7 metode diagnosis unsur hara, yaitu :

    1. Gejala Visual

    Gejala defisiensi unsur hara biasanya dapat dilihat dari perubahan tumbuhan, warna daun atau perubahan anatomi tanaman. Namun demikian, pemanfaatan gejala visual tidak selalu akurat untuk mendeteksi defisiensi unsur hara karena kemungkinan unsur hara menyatu dalam memperlihatkan gejala kekurangan unsur hara. Oleh karena itu, perlu berhati-hati melakukan interpretasi dalam pengamatan gejala visual. Bisa jadi karena musim tumbuh misalnya, warna-warna daun menjadi sangat pucat atau agak pucat. Pengamatan terhadap daun-daun sangat mudah dalam visualisasi dan juga bisa memberikan manfaat secara makro dalam rangka menyusun perencanaan daerah-daerah kritis yang mengalami defisinesi unsur hara.

    2. Analisis jaringan tumbuhan

    Konsep analisis jaringan tumbuhan didasarkan atas hubungan antara konsentrasi unsur hara pada jaringan tertentu suatu pohon dengan pertumbuhan. Dalam analisis jaringan tumbuhan, dilakukan dengan pengambilan contoh jaringan dan konsentrasi kritis. Pengambilan contoh jaringan penting karena berbagai jaringan dapat digunakan untuk menetapkan unsur hara aktif, penyerapan unsur hara. Bagian-bagian yang dianalisis adalah floem, korteks tetapi yang umum adalah analisis daun.

    3. Analisis tanah

    Kegiatan uji tanah meliputi pengambilan contoh tanah dan prosedur-prosedur analisis. Analisis tanah dilakukan untuk areal yang ditumbuhi tanaman. Namun, ada beberapa kesulitan-kesulitan dengan analisis tanah, yaitu: (a) masih kurangnya informasi atau tidak cukup data tentang kebutuhan unsur hara pada kebanyakan tanaman, (b) kurangnya korelasi data yang bermanfaat untuk interpretasi hasil terhadap respon pemupukan sebagai data pembanding. (c) contoh-contoh yang representatif yang tidak mudah ditetapkan. (d) Kurang informasi pada lapisan tanah bagian mana yang paling tepat untuk disampling, (e) adanya ketidakpastian bentuk nutrisi untuk diekstrak dalam analisis, (f) kemungkinan campuran antara hara tanah dengan mikroba yang bisa terjadi dalam mengambil contoh tanah.

    4. Kultur Pot

    Kultur pot merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis unsur hara untuk mengetahui interaksi antar unsur. Kultur pot sering dilakukan dalam rumah kaca (green hause) agar memudahkan dalam memonitor. Kelemahan kultur pot adalah kesulitan untuk mengekstrapolasi hasil ke kondisi lapangan. Kultur pot hanya di dalam ukuran semai atau bahan tanam.

    Pot kultur tidak sesuai dengan kondisi-kondisi di lapangan yang kecenderungan akan keragaman banyak, karena bisa jadi adanya hama penyakit misalnya, proses sinergisme maupun antagonisme. Pot kultur hanya digunakan untuk membangun basis penelitian jangka pendek.

    5. Penghancuran

    Diagnosis ini membandingkan antara analisis dengan uji pot. Melalui penghancuran contoh untuk analisis misalnya : ekstraksi tumbuhan, dimana bagian akar dicuci, kemudian dihancurkan.

    6. Percobaan pot di lapangan

    Dalam percobaan lapangan dalam pot dimungkinkan untuk membuat perlakuan-perlakuan sesuai dengan kebutuhan, di samping unsur hara juga terdapat perlakuan yang berkaitan dengan kebutuhan terhadap air. Misalnya pengaruh penyiraman dan penggenangan. Perlakuan penggenangan yang kekurangan air menyebabkan pertumbuhan tanaman akan merana. Sedangkan perlakuan yang cukup air, maka akar tanaman mengelompok dan bahkan ditemukan adanya mikoriza. Pemupukan harus juga cukup air, persoalannya pada titik mana optimum. Pada saat sore, pagi, kebutuhan air seperti apa, suatu titik keseimbangan kebutuhan air, macam pupuk dosis pupuk.

    Uji di lapangan dapat dijadikan petunjuk. Sebagai metode tertua untuk mendiagnosis unsur hara. Tetapi menyita waktu dan hasil tidak selalu dapat diterapkan pada lingkungan yang luas. Dilakukan bisa dekat tempat pertanaman. Ada dua kategori (a) uji pada tegakan- tegakan muda dan (b) uji pada tegakan yang sudah tua.

    7. Tanaman Indikator

    Ada beberapa jenis pohon yang kekurangan unsur hara, ada beberapa indikator, ada tumbuhan yang unsur haranya tidak subur maka mengindikasikan informasi jenis tertentu yang tumbuh.

    5 Parameter Kesuburan Tanah

    Menurut Anonim (1983), sifat-sifat kimia yang dipakai dalam evaluasi status kesuburan tanah adalah: KTK, KB, P Total (P2O5), K Total (K2O) , dan C-Organik.

    Demikianlah, konsep penilaian kesuburan tanah, dan kali ini diuraikan 5 parameter penilaian kesuburan tanah

    a. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

    Pertukaran kation merupakan kejadian di alam yang penting setelah fotosintesis karena berpengaruh terhadap penyediaan unsur hara bagi tanaman.

    Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kapasitas lempung untuk menjerap dan menukar kation. KTK dipengaruhi oleh: (1) kandungan liat, (2) tipe liat, (3) kandungan bahan organik. Dengan kata lain, KTK bervariasi tergantung pada jumlah humus, liat dan macam liat yang dijumpai dalam tanah. KTK sangat penting untuk mengetahui, karena bertalian dengan kesuburan tanah dan aplikasi pupuk.

    Semakin tinggi KTK, maka dapat meningkatkan status kesuburan tanah dan sebaliknya semakin rendah KTK, maka status kesuburan tanah juga makin rendah. Dengan kata lain, KTK yang tinggi mencerminkan tanah subur, sebaliknya KTK yang rendah mencerminkan tanah tidak subur.

    Ukuran diameter fraksi liat adalah 2 mikron (µm) atau 0,002 mm, sedangkan koloid berukuran terbesar tidak lebih dari 1 mikron. Berarti tidak semua fraksi liat dikatakan koloid. Sebagian fraksi liat mengalami pelapukan melalui aktivitasnya menjerap dan mempertukarkan kation hingga menghasilkan koloid.

    Koloid terdiri dari koloid humus (organik) dan koloid liat (mineral, anorganik). Kedua koloid ini mempunyai sifat dan ciri yang berbeda. Perbedaan utamanya adalah unit (misel) koloid humus tersusun dari karbon, oksigen dan hidrogen, sedangkan koloid liat dari silikon (Si), aluminium (Al) dan oksigen.

    Daya jerap koloid humus jauh melebihi liat koloid. KTK koloid humus dapat mencapai 200 – 300 me/100 gr liat. Sedangkan KTK koloid liat montmorillonit/smektit (tipe liat 2:1) sebesar 80 – 150 me/100 gr liat dan koloid liat kaolonit (tipe liat 1 : 1) sebesar 3 – 15 me/100 gr liat. Campuran koloid humus dan koloid liat dalam tanah akan saling menunjang peranannya dalam menjerap dan mempertukarkan kation

    Nilai KTK Kaolinit lebih rendah daripada montmorillonit, karena kaolinit mempunyai daya adsorbsi (jerapan) yang lebih rendah daripada montmorillonit. Maka potensi kesuburan kaolinit lebih rendah dibanding montmorillonit, sehingga respon pemupukan pada kaolinit juga lebih rendah dibanding montmorillonit.

    Pada mineral liat terdapat ion-ion yang melekat di kisi-kisi kristalnya. Apabila mineral liat tipe 1:1 (1 lembar Si : 1 lembar Al), antar lembar terikat kuat sehingga tidak bisa lagi disisipi ion. Sementara pada mineral tipe lembar 2:1, dan tipe 2:2 memiliki muatan ion yang lebih besar. Bentuk pengikat tipe-tipe mineral berbeda. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesuburan kimia tanah, maka seorang agronomis perlu merubah KTK tanah dengan fokus bagaimana merubah tipe liatnya agar jumlah lembar Si dan Al makin besar. Cara yang dikenal untuk meningkatkan KTK adalah dengan menambah bahan organik dalam tanah.

    Mineral liat terdiri dari lembaran-lembaran Al dan Si. Di daerah kompleks pertukaran tanah (permukaan koloid tanah), lembaran Al berada di bagian luar, Si di bagian dalam. Apabila KTK < 24 me/100 gr liat menunjukkan tanah tua mengandung mineral tipe kaolinit. Apabila Jumlah lembar Si dan Al makin kecil, maka KTK makin rendah, sehingga makin rendah tingkat kesuburannya. Produk akhir dari pelapukan disebut laterit. Laterit diikat oleh mineral liat tipe kaolinit. Makin tua umur tanah, seperti Oxisol, maka makin kaya laterit.

    KTK terdiri atas KTK Potensial dan KTK efektif. KTK efektif merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam mengamati data kimia tanah, karena KTK efektif mempunyai peran sentral yang berkaitan dengan tindakan silvikultur khususnya pemupukan. Apabila KTK efektif bertambah besar maka respon tanah terhadap pupuk makin tinggi, sebaliknya apabila KTK efektif kecil maka respon tanah terhadap pemupukan makin rendah.

    Untuk tujuan penentuan status kesuburan tanah, digunakan satuan KTK me/100 gram tanah. Di mana 1 me (miliekuivalen)/100 gram tanah = 1 c mol (+)/kg tanah. Sedangkan untuk tujuan klasifikasi tanah dan penentuan tipe mineral liat digunakan satuan KTK me/100 gram liat. Satuan KTK untuk tujuan klasifikasi adalah me/100 gr liat, bukan me/100 gr debu atau pasir karena reaksi fisiko-kimia hanya ada pada koloid, di mana koloid terdapat pada liat. Koloid adalah ukuran massa tanah paling kecil. Koloid merupakan produk pelapukan berupa material yang semakin kecil. Liat paling besar memiliki koloid, selalu menghasilkan material paling besar dibanding debu dan pasir.

    Contoh jika diketahui:

    KTK = 24 me/100 gram tanah
    liat = 40 %, maka:
    KTK Efektif = (24/40) x 100 = 60 me/100 gram liat.

    Satuan KTK 24 me/100 gram tanah merupakan hasil analisis laboratorium untuk mengetahui kesuburan tanah, sedangkan KTK efektif 60 me/100 gram liat digunakan oleh sivikuturis untuk mengetahui klasifikasi (jenis) tanah. KTK efektif yang semakin menurun menunjukkan sebagai tanah-tanah tua atau tanah-tanah yang mengalami pertambahan pelapukan.

    Hubungan antara kesuburan tanah dan penggolongan tanah:

    1. anjuran penggunaan pupuk adalah spesifik lokasi,
    2. perbedaan sifat tanah merupakan salah satu penyebab utama kekhasan menurut tempat
    3. program penilaian kesuburan tanah harus berhubungan erat dengan program penyigian dan penggolongan tanah

    b. Kejenuhan Basa (KB)

    Selain kapasitas tukar kation, Kejenuhan basa juga menentukan kesuburan tanah. Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation yang terdapat pada kompeks jerapan tanah yang terdiri dari kation asam dan kation basa.

    Tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan kandungan basa/kation basa yang umumnya merupakan unsur hara tanaman yang tinggi pula dan sebagai pertanda belum banyak mengalami pencucian. Tanah demikian dinilai termasuk yang subur bagi pertanian.

    Dengan perkataan lain, semakin tinggi KB, maka status kesuburan tanah semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah KB, maka status kesuburan tanah juga makin rendah.

    Upaya forester tidak hanya memperhatikan KTK tanah, melainkan perlu memperhatikan pula persentase kejenuhan basa. KTK Efektif dan KB bagaikan mata uang logam yang kedua sisinya tidak bisa dipisahkan. Makin tinggi KTK, maka makin kuat menjerap kation. Makin kuat menjerap kation, maka potensi kesuburan tanah makin tinggi, tetapi KB harus juga tinggi. Mengapa KB harus juga diperhatikan? Sebab bisa saja KTK Efektif yang tinggi mungkin kation asam saja yang tinggi, belum tentu kation basa yang tinggi sehingga kesuburan tidak tinggi. Oleh karena itu, selain ditentukan oleh KTK, kesuburan tanah juga ditentukan oleh KB (Kejenuhan Basa).

    Apabila hasil analisis tanah diperoleh KB 40 %, berarti pada koloid tanah terdapat 40 % kation basa dan sisanya 60 % kation asam.

    Makin rendah KB maka makin banyak pemberian kapur, tetapi waktu pemberiannya tergantung KTK. KTK perlu diketahui, menyangkut berapa muatan ion maksimum yang dimiliki tanah sebagai gudang hara. KTK diilustrasikan sebagai ukuran gudang hara. Tanah yang memiliki KTK lebih kecil, berarti kapasitas gudang haranya lebih kecil untuk menyimpan kation. Misalnya tanah dengan KTK 10-15 me/100 gr liat maka pemberian kapur (misalnya superdolomit yang mengandung Ca) makin sedikit karena daya tampungnya lebih kecil dibandingkan tanah dengan KTK 30 me/100 gr liat.

    Nilai kejenuhan basa suatu tanah dipengaruhi oleh pH. Makin rendah pH tanah maka makin masam, akibatnya KB makin rendah. Begitu sebaliknya, kalau pH tanah tinggi maka KB-nya akan tinggi.

    c. P Total (P2O5)

    Semakin tinggi kandungan P total, maka status kesuburan tanah semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah, maka status kesuburan tanah juga makin rendah.

    P terdapat dalam 2 status, yaitu P total dan P tersedia. Beberapa peneliti tanah melaporkan bahwa nilai P tersedia paling tinggi 10 % dari nilai P total. Misalnya jika diketahui P total tanah = 136 ppm, maka kandungan P tersedia tidak lebih tinggi dari 13,6 ppm.

    Menurut PPT (Anonim, 1983),

    1 ppm P = 1 mg/100 gram P2O5 x 10/2,29
    1 ppm P = 1 mg/100 gram P2O5 x 4,37
    1 ppm P = 4,37 mg/100 gram P2O5
    1 ppm P ≈ 5 mg/100 gram P2O5.

    Fosfor merupakan unsur hara yang sering membatasi pertumbuhan tanaman di daerah tropis. Khusus pada tanah tropis basah, ordo Alisol, Acrisol dan Feralsol sangat sedikit mengandung P tersedia. Apabila P tersebut jumlahnya kurang di dalam tanah, maka pertumbuhan tanaman akan terhambat.

    Di dalam tanah sumber utama P adalah mineral apatit dan pupuk buatan. P dari mineral apatit pada tahap awal perkembangannya terikat dalam bentuk Ca-P, sedangkan P dari bahan organik berasal dari sisa-sisa tanaman dan penghidupan hewan serta organisme dalam tanah. Dengan demikian, P dalam tanah digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu P organik dan P anorganik.

    P diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion H2PO4- dan H2PO42-. Ketersediaan P dalam tanah antara lain dipengaruhi oleh pH dan kandungan bahan organik.

    Pada pH 5,0 - 7,2, umumnya banyak dijumpai ion H2PO4- dan di atas pH tersebut dominan HPO42. Saat kation basa (K+, Mg2+, Ca2+, Na+) tercuci, kation-kation asam (Al3+) mendominasi kompleks koloid sehingga pada suasana Al3+ dominan bersenyawa dengan PO42- yang bereaksi menjadi senyawa yang relatif stabil sehingga P tidak bisa digunakan oleh tanaman. Pada pH ≥6,5 P mengalami pengikatan dengan Ca membentuk Ca-Posfat dapat menurunkan P tersedia.

    d. K Total (K2O)

    Semakin tinggi K total, maka status kesuburan tanah semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah K total, maka status kesuburan tanah juga makin rendah. Berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, Kalium total dalam tanah digolongkan kedalam 3 bentuk :

    1. K relatif tidak tersedia.

    Umumnya bentuk yang demikian ini masih berada dalam mineral tanah seperti felsfat dan mika, mencakup 80-90 % dari K total.

    2. K lambat tersedia.

    Bentuk ini tidak dapat dipertukarkan namun merupakan cadangan ketersediaan K yang lambat tersedia. Bentuk ini mencapai 1 – 10 % dari K total.

    3. K segera tersedia.

    Bentuk ini dapat dipertukarkan, dan dapat diserap tanaman, mencakup 1–2 % saja dari K total.

    Sumber Kalium adalah mineral-mineral silikat seperti ortoklas, muskovit, biotit, felsfat, mika dan leusit. Kalium tidak memiliki ikatan kovalen dengan persenyawaan organik, tetapi tanaman menyerap unsur ini dalam bentuk K+.

    Penambahan K dalam tanah sebagian besar dari pemberian pupuk buatan, sisa tanaman dan pupuk alam serta mineral. Kalium dari tanah yang lambat tersedia, sedangkan kehilangan K sebagian besar karena diangkut oleh tanaman yang dipanen, berikutnya hilang karena erosi, pelindian (pencucian) dan terfiksasi (tertambat) menjadi mineral yang lambat tersedia. K+ mudah tercuci karena K+ bukan lagi dalam bentuk senyawa (yang terikat) melainkan sudah dalam bentuk unsur (yang bebas). K+ dengan adanya air hujan sudah dapat melarut, berbeda dengan Al3+ yang hanya dapat larut pada kondisi pH rendah.

    K tersedia bagi tanaman dalam bentuk ion yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Walaupun K sangat banyak dalam tanah-tanah mineral, kelarutan yang rendah dari mineral primer mengakibatkan rendahnya ketersediaan unsur K. Namun demikian, selalu terdapat pembaharuan yang terus-menerus dari mineral primer ke dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. Laju pencucian K bervariasi tergantung pada tipe liat dan jumlah bahan organik dalam tanah.

    e. C - Organik

    Karbon berkaitan dengan kandungan bahan organik. Kandungan bahan organik = 1,724 x C Organik. Dilihat dari distribusi vertikal dalam tanah, unsur C dan N umumnya mempunyai pola yang sama. Konsentrasi tertinggi ada di lapisan atas dan kemudian menurun secara berangsur di lapisan yang lebih dalam.

    Proses perombakan bahan organik menjadi bahan anorganik terjadi melalui dua proses yaitu humifikasi dan mineralisasi.

    Proses humifikasi adalah proses perubahan bahan organik menjadi humus. Humus sebagai produk humifikasi merupakan bahan organik yang bersifat seperti koloid atau bersifat koloidal. Humus tidak pernah tebal karena selalu diurai oleh mikroorganisme. Di hutan dataran rendah misalnya, humus tidak setebal daripada di hutan pegunungan, karena setelah humus terbentuk maka mineralisasi terkendala.

    Karena humus bersifat koloidal, maka belum tergolong dalam bentuk unsur hara. Kalau humus sudah termineralisasi, barulah kemudian berbentuk unsur hara. Koloid (misel) adalah massa tanah yang terlibat aktif dari reaksi fisiko-kimia. Permukaan koloid bermuatan listrik negatif (anion) dan positif (kation). Permukaan koloid yang bermuatan negatif inilah yang mempunyai daya menarik kation- kation tanah.

    Fungsi humus:

    • Berfungsi sebagai granulator, yaitu pengelompokan butiran-butiran tanah yang bercerai-berai atau terlepas-lepas, kemudian direkatkan oleh bahan organik dan selanjutnya tergabung menjadi granular. Tanah yang berstruktur granular menjadi resisten terhadap gaya-gaya erosi agar dapat meningkatkan ketahanannya terhadap tumbukan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan meningkatkan porositas tanah.
    • Akibat makin kecilnya butiran atau luas permukaan humus yang makin besar dalam satuan volume tertentu, maka kemampuan menyimpan air makin besar, sehingga makin dipertahankan kelembapan tanah.
    • Meningkatkan kapasitas tukar kation. Tidak ada bahan lain yang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation selain bahan organik. Apakah memang KTK perlu ditingkatkan? Justru persoalan tanah di daerah tropika,umumnya KTK sangat kecil, dan KTK menjadi lebih kecil lagi apabila tidak memiliki bahan organik seperti humus.

    Di samping humus, maka terbentuk produk samping dari pelapukan bahan organik adalah asam humin. Asam humin adalah suatu cairan yang terkandung dalam bahan organik tanah.

    Kualitas bahan organik diukur dengan C/N. Data C/N Berkaitan dengan laju humifikasi dan mineralisasi yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah. C/N menunjukkan baik atau tidaknya penguraian bahan organik.

    Jika C/N < 25 maka kondisi lingkungan yang sesuai, baik untuk perkembangan populasi mikroorganisme maupun untuk humifikasi dan mineralisasi bahan organik. Bila nitrifikasi baik, maka C/N akan rendah, dengan demikian bahan organik cepat habis. Untuk mempertahankan bahan organik dalam tanah, harus disediakan N yang cukup. C/N yang rendah menunjukkan dekomposisi bahan organik yang lanjut.

    Jika C/N = 25, merupakan pelapukan bahan organik yang ideal. Ideal dalamarti berkaitan dengan adanya perkembangan populasi mikroorganisme disatu sisi dan disisi lain menunjukkan bahwa kegiatan mikroorganisme melapukkan bahan organik masih berlangsung secara optimal.

    Jika C/N > 25, maka humifikasi dan mineralisasi terhambat. C/N > 25 artinya komponen kaya akan bahan organik. Karbon berkaitan dengan air dan udara, yang bertalian dengan struktur tanah dan porositas. Jika C/N >25 maka pasti ada kendala, dimana populasi mikroorganisme tidak memiliki lingkungan yang baik untuk berkembang dan pengurai bahan organik terhambat. Hal ini berkaitan dengan pH, drainase buruk. Misalnya pada tanah gambut (histosol/organosol) sering terendam air sehingga mempunyai drainase yang buruk, maka organisme akan kesulitan menggunakan oksigen untuk berespirasi, akibatnya bahan organik tidak bisa melapuk.

    Dengan kata lain, bila C/N > 25 memberi indikasi terdapatnya kondisi yang menghalangi kerja mikroorganisme, mungkin karena drainase tanah yang buruk, atau penyebab lain seperti elevasi tanah terlalu rendah sehingga sering terjadi banjir kiriman. C/N > 25 - 50 dikatakan buruk, artinya C dominan, sebaliknya N sedikit. Bila C/N bahan organik tinggi maka akan terjadi persaingan N antara tanaman dan mikroorganisme, dalam hal ini N diinmobilisasi. C/N yang tinggi menunjukkan dekomposisi belum lanjut atau baru mulai.

    Cara untuk mengatasi masalah rendahnya C organik lazimnya dilakukan melalui penambahan bahan organik.

    Pengaruh secara fisik: Penambahan bahan organik juga akan memperbaiki struktur tanah melalui pengelompokan butiran-butiran tanah yang bercerai-berai atau terlepas-lepas, kemudian direkatkan oleh bahan organik dan selanjutnya tergabung menjadi granular. Tanah yang berstruktur granular menjadi resisten terhadap gaya-gaya erosi agar dapat meningkatkan ketahanannya terhadap tumbukan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Granulasi dapat meningkatkan porositas tanah, meningkatkan daya simpan air serta memperbaiki drainase dan aerase.

    Pengaruh humus (bahan organik) terhadap sifat-sifat tanah:

    1. Pengaruh secara fisik:
      1. warna tanah menjadi lebih kelam. Coklat-hitam: menaikkan suhu.
      2. meningkatkan agregasi (granulasi tanah) dan stabilitas agregat, aerasi (penghawaan) lebih baik, drainase perembihan, pelulusan) lebih baik, lebih tahan terhadap erosi.
      3. mengurangi plastisitas pada tanah lempung (liat-clay), tanah lebih mudah diolah (lebih gembur
      4. menaikkan kemampuan mengikat/menyimpan air
    2. Pengaruh secara kimia:
      1. menaikkan KTK (humus mempunyai KTK>200 me/100 gr).
      2. merupakan salah satu sumber unsur hara (penting dalam daur/siklus unsur hara)
      3. merupakan cadangan unsur hara utama N,P, S dalam bentuk organik dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, Ca) dalam bentuk khelat (chelate) dan akan dilepaskan secara perlahan-lahan.
      4. meningkatkan aktivitas, jumlah dan populasi mikro dan makro organisme tanah (bakteri, fungi, actinomycetes, cacing, serangga dan lain-lain).

    B Bahan organik dapat di amati pada profil tanah lapisan teratas yang berwarna coklat tua atau kehitaman. Kandungan bahan organik tergantung dari jumlah bahan organik yang dikembalikan ke tanah, laju dekomposisi yang terjadi sepanjang tahun dan kedalaman tanah.

    Proses perombakan bahan organik menjadi bahan anorganik terjadi melalui dua proses yaitu humifikasi dan mineralisasi. Proses humifikasi adalah proses perubahan bahan organik menjadi humus. Humus yang merupakan produk humifikasi merupakan bahan organik yang bersifat seperti koloid atau bersifat koloidal. Humus tidak pernah tebal karena selalu diurai oleh mikroorganisme. Di hutan dataran rendah misalnya, humus tidak setebal daripada di hutan pegunungan, karena setelah humus terbentuk maka mineralisasi terkendala.

    Karena humus bersifat koloidal, maka belum tergolong dalam bentuk unsur hara. Kalau humus sudah termineralisasi, barulah kemudian berbentuk unsur hara. Koloid (misel) adalah massa tanah yang terlibat aktif dari reaksi fisiko-kimia. Permukaan koloid bermuatan listrik negatif (anion) dan positif (kation). Permukaan koloid yang bermuatan negatif inilah yang mempunyai daya menarik kation- kation tanah.

    Di samping terbentuk humus, maka terbentuk produk samping dari pelapukan bahan organik adalah asam humin. Asam humin adalah suatu cairan yang terkandung dalam bahan organik tanah.

    No comments: