Monday, May 16, 2016

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi hutan dan lahan menjadi salah satu kebijakan nasional yang sangat relevan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah terkait dengan semakin terdegradasinya lingkungan, termasuk kerusakan hutan dan lahan. Berkurangnya kualitas lingkungan dapat menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor serta masih terus berlangsungnya intensitas gangguan keamanan hutan termasuk pada hutan produksi, hutan lindung dan Taman Hutan Raya.

Oleh karena itu, diperlukan upaya terus menerus mengingat lahan kritis yang belum tertangani masih cukup luas. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Kementerian Kehutanan, 2011).

Sistem rehabilitasi hutan dan lahan merupakan sistem terbuka, yang melibatkan para pihak berkepentingan dengan penggunaan hutan dan lahan. Dengan demikian, rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah segala upaya yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan agar sehingga berfungsi optimal sebagai unsur produksi, perlindungan dan unsur sosial yang menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah Aliran Sungai (DAS).

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus didasarkan pada rancangan teknis yang disusun sebelum kegiatan dilaksanakan. Adapun jenis kegiatan untuk rehabilitasi hutan dan lahan yang dapat dilaksanakan antara lain (Departemen Kehutanan, 2003) :

  1. Kegiatan reboisasi pada hutan lindung dan hutan produksi;
  2. Kegiatan pemeliharaan pada hutan lindung dan hutan produksi;
  3. Kegiatan pengayaan tanaman pada hutan lindung dan hutan produksi;
  4. Kegiatan rehabilitasi pada hutan mangrove;
  5. Kegiatan penghijauan;
  6. Kegiatan konservasi tanah;
  7. Kegiatan pengembangan hutan rakyat;
  8. Kegiatan pengembangan aneka usaha kehutanan.

Kementerian Kehutanan mengkhususkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (Dinas Kehutanan, 2011) yang meliputi :

  1. Rehabilitasi kawasan konservasi atau kawasan lindung,
  2. Penanaman hutan kota,
  3. Rehabilitasi hutan mangrove, sempadan pantai, rawa, atau gambut,
  4. Pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR),
  5. Penanaman bibit hasil KBR,
  6. Pembangunan atau renovasi persemaian permanen.

Sasaran areal rehabilitasi adalah pada kawasan kritis. Sasaran kawasannya adalah kawasan hutan produksi, hutan konservasi, hutan lindung dan lahan kritis (Departemen Kehutanan, 2003). Sasaran rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2011 melalui Dinas Kehutanan (2011) adalah yang termasuk di dalam sasaran rehabilitasi hutan dan lahan DAS dengan kriteria: 1. Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas; 2. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan; 3. Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan kekeringan yang tinggi; 4. Perlindungan danau, bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya.

Sementara itu Kartasubrata (1999) menyatakan bahwa sasaran strategi dari rehabilitasi hutan dan lahan adalah : (1). Terciptanya prakondisi masyarakat yang memiliki pengetahuan, kemauan, kemampuaan dan kesadaran yang tinggi; (2). Membuka peluang kesempatan kerja; (3). Terbinanya petugas yang memiliki kemampuan dalam memfasilitasi masyarakat; (4). Berkembangnya peran instansi Pemerintah dalam memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan rehablitasi hutan dan lahan di wilayah DAS.

Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengkayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif (Anonim, 1999) dalam (Jamil, 2005).

Zain (1998) mendefinisikan bahwa lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai penyedia dan pengatur tata air maupun sebagai pelindung alam lingkungan. Selain itu, lahan kritis juga dapat diartikan sebagai lahan yang tidak sesuai antara tanah dan penggunaannya akibat kerusakan secara fisik, kimia dan biologis sehingga membahayakan fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi pemukiman. Upaya rehabilitasi konservasi tanah dititik beratkan pada usaha yang dapat merangsang partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan tanah yang dimilikinya.

Untuk melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan saat ini diperlukan adanya pendekatan yang efektif dan efesien. Setiap program yang dirumuskan diusahakan melalui pendekatan partisipatif dengan melibatkan stakeholder terkait. Melalui pendekatan partisipatif diakui bahwa program rehabilitasi hutan dan lahan di masa lalu terkesan kaku dan saling memberi kesempatan kepada masyarakat di dalam dan di sekitar hutan pada kegiatan rehabilitasi. Pola pendekatan ini sudah saatnya ditinggalkan untuk memberi kesempatan sepenuhnya kepada masyarakat setempat, baik sebagai pelaku utama, maka mulai dari tahap perencanaan masyarakat sudah harus dilibatkan dalam mendata kebutuhannya, kemudian pada pembuatan tanaman dan pemeliharaan dilibatkan sebagai pelaku utama pembangunan, dan diakhir proses pembangunan (tahap produksi) masyarakat diperankan sebagai pemanfaat hasil (Departemen Kehutanan, 2003).

Program reboisasi tidak akan berhasil dengan baik tanpa ada kerjasama antara masyarakat (petani) dengan pemerintah (Departemen Kehutanan, 2003). Kesadaran dari kedua pihak mengenai pentingnya kelestarian sumberdaya alam merupakan modal yang utama. Kemudian kesadaran tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan bagi para pelakunya (Setiawan, 1995) dalam Jamil (2005).

Bahan Bacaan

Departemen Kehutanan, 2003. Buku Panduan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. Jakarta, Desember 2002.

Dinas Kehutanan, 2011. Rancangan Teknis Pembuatan Tanaman Reboisasi Pengkayaan. Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah, Palu.

Jamil, 2005. Respon Masyarakat Terhadap Kegiatan Reboisasi Pola Hutan Kemasyarakatan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu (Tidak Dipublikasikan)

Kartasubrata J., 1999. Program-Program Kehutanan Sosial di Indonesia. Duta Rimba Indonesia Vol.XXII.1-2 hal. 22-33. Jakarta.

Kementerian Kehutanan, 2011. Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Bidang Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Zain, A.S., 1998. Kamus Kehutanan. Rineka Cipta, Jakarta

No comments: