Saturday, May 14, 2016

Kerapatan Tegakan

Pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai kerapatan tegakan hutan.

Umumnya hutan ada yang jarang dan ada yang rapat serta berbeda-beda dalam hal jumlah pohon per hektar, volume kayu per hektar, luas bidang dasar per hektar. Perbedaan hutan yang rapat dan jarang dapat dilihat dari (kriteria) penutupan tajuk. Sedangkan perbedaan jumlah pohon atau jumlah batang, volume kayu dan luas bidang dasar dapat diketahui melalui pengukuran.

Menurut Kadri (1992), tegakan hutan dibedakan menjadi 3 kelas penutupan tajuk:

  • Tegakan hutan rapat, penutupan tajuknya > 70%
  • Tegakan hutan cukup, penutupan tajuknya 40 – 70%
  • Tegakan hutan jarang, penutupan tajuknya < 40 %

Tegakan hutan yang terlalu rapat (terlalu lebat, terlalu padat) menyebabkan produksi kayu dalam tegakan terbagi atas begitu banyak pohon-pohon sehingga tak satupun dapat tumbuh dengan kecepatan yang optimum. Hal ini disebabkan karena pada tegakan hutan yang rapat sekali maka terjadi persaingan yang keras antar pohon terhadap faktor tempat tumbuh (misalnya sinar matahari, air dan unsur hara (zat mineral hara) menyebabkan pertumbuhan pohon menjadi lambat.

Sementara itu, tegakan hutan yang terlalu jarang sampai hutan terbuka (hutan rawang) akan menghasilkan pertumbuhan pohon dengan tajuk lebar, dan bercabang banyak, namun batang yang pendek. Jika pohon-pohon dalam tegakan yang bercabang banyak maka tidak dapat menghasilkan kayu yang berkualitas tinggi. Hutan yang tajuknya kurang rapat tentu tidak efesien dalam memanfaatkan sinar matahari, air dan unsur hara, kecuali bila celah terbuka yang ada diisi dengan pohon muda melalui permudaan hutan. Bila celah terbuka tersebut tidak ditanami maka biasanya ditumbuhi gulma yang bisa mengganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau tanaman pokok. Celah terbuka atau ruang yang tidak ditumbuhi menjadi tidak produktif.

Stocking yang kurang sering dimulakan pada umur muda karena kurangnya syarat-syarat dalam permudaannya. Jadi, hutan-hutan yang pengelolaannya kurang baik adalah yang hutan dengan tegakan terlalu rapat maupun terlalu jarang pertumbuhan pohon-pohonnya. Kedua keadaan tersebut merugikan dan mengakibatkan kurangnya nilai kayu yang dihasilkan. Oleh karena itu, hutan yang di kelola dengan baik dengan kerapatan tegakannya selalu optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan sinar matahari, air dan unsur hara.

Kerapatan tegakan merupakan faktor penting dalam menentukan produktivitas tempat tumbuh pada tegakan hutan yang sudah ada. Hal ini penting karena tegakan hutan sebagai faktor utama yang dapat dimanipulasi silvikulturis atau rimbawan (forester) dalam pengembangan tegakan. Melalui manipulasi kerapatan tegakan silvikultur dapat mempengaruhi pemantapan jenis selama periode permudaan dan juga memodifikasi kualitas batang, kecepatan pertumbuhan diameter dan bahkan volume produksi selama periode perkembangan tegakan (Baker dkk., 1979).

Bertalian dengan aspek budidaya hutan, penentuan kerapatan tegakan dapat menggunakan beberapa metode. Walaupun metode pengukuran kerapatan tegakan banyak; namun belum ada penentuan tentang cara menggambarkannya yang paling dapat dipercaya.

Dalam pengembangan prinsip pengukuran kerapatan tegakan perlu dimengerti dua istilah yaitu stok (stocking) dan kerapatan tegakan. Stocking adalah sebagai petunjuk jumlah pohon yang kurang subyektif dibandingkan dengan jumlah yang diinginkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sedangkan kerapatan tegakan yaitu sebagai ukuran kuantitatif stok pohon yang dinyatakan secara relatif sebagai koofisien, dengan mengambil jumlah normal, luas bidang dasar atau volume unit, atau secara mutlak dalam istilah jumlah pohon, luas bidang dasar total, atau volume setiap unit areal (Ford-Robinson, 1971).

Kerapatan yang diperlukan dinyatakan dalam istilah kuantitatif dan hendaknya menggambarkan pengukuran tegakan yang tidak tergantung pada tujuan pengelolaan dan konsisten di seluruh tingkat perkembangan tegakan. Kerapatan tajuk memberikan suatu cara yang tepat untuk penentuan toleransi. Hal ini disebabkan karena sejumlah besar daun-daun hidup bertahan di dalam tajuk akan memperbesar kerapatan tajuk.

Metoda yang paling langsung untuk menentukan kerapatan ini sangat subyektif dan tidak dapat dikatakan seksama di dalam pengertian apapun, meskipun perbedaan-perbedaan antara tajuk –tajuk ekstrim rapat dan sangat terbuka adalah jelas. Tetapi juga memungkinkan untuk mengukur cahaya yang tersaring melewati tajuk-tajuk pohon dengan alat-alat pengukur cahaya apa saja. Kerapatan tajuk merupakan salah satu kriteria yang paling baik. Kerapatan tegakan bukanlah merupakan penentuan ukuran volume langsung. Pada penentuan kerapatan tegakan menghendaki tambahan informasi tentang tegakan sebelum volume dapat ditaksir.

Ada beberapa macam cara menentukan kerapatan tegakan antara lain :

a. Metoda Okuler

Para rimbawan Eropa mempertahankan kerapatan maksimal yang selaras dengan pertumbuhan maksimal dengan estimasi okuler penutupan tajuk dan perkembangan tajuk. Rimbawan-rimbawan ini menggunakan estimasi okuler untuk menentukan stok penuh dalam plot yang dipilih untuk membuat tabel hasil normal; dan sebagai konsekwensinya telah terdapat variasi kriteria kenormalan.

Kerapatan tajuk diukur pada beberapa petak ukur dengan beberapa luas tertentu yang dibuat pada foto udara di dalam suatu kelas tegakan yang tampak mempunyai kerapatan yang seragam (Handbook of Indonesian Forestry, 2005:73).

b. Metoda Tabel Hasil Normal

Metode tabel hasil normal ini dikembangkan dari tegakan seumur yang merupakan dasar untuk mengukur kerapatan tegakan. Disini, metode tabel hasil normal memberikan nilai rata-rata banyak karakteristik tegakan untuk tegakan mempunyai stol penuh, seumur, dan murni pada umur dan kualitas tempat tumbuh sama.

Kerapatan suatu tegakan tertentu dengan metode ini dinyatakan sebagai hubungan luas bidang dasar, jumlah pohon, atau volumenya dengan nilai tabel hasil normal untuk umur dan indeks tempat tumbuh yang sama. Luas bidang dasar adalah kriteria yang paling banyak digunakan karena mudah ditentukan di lapangan dengan peralatan yang menggunakan prinsip sudut Bitterlich.

Kriteria untuk ukuran kerapatan yaitu kemudahan dalam penerapan dan kemampuan mengubahnya ke volume jika tabel hasil tersedia. Metode ini tergantung pada pengetahuan umur dan kualitas tempat tumbuh tegakan. Kesalahan dalam penentuan umur dan indeks tempat tumbuh membatasi ketelitian penguluran kerapatan.

c. Metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke

Metode ini digunakan untuk menjadi alat untuk pengelolaan tegakan intensif untuk mengatur kerapatan tegakan. Reineke menemukan bahwa setiap tegakan seumur pada diameter tegakan rata-rata adalah diameter setinggi dada pohon dengan luas bidang dasar rata-rata yang mempunyai lebih kurang jumlah pohon per acre yang sama dengan setiap tegakan murni, seumur dan sejenis dan mempunyai diameter rata-rata, kualitas tempat tumbuh tidak berpengaruh terhadap jumlah pohon. Indeks kerapatan tegakan selalu dinyatakan sebagai jumlah pohon.

Metode ini bebas untuk mempertimbangkan pengaruh tempat tumbuh dan umur, dan dengan mudah diperoleh dengan menggunakan sudut Bitterlich atau baji Bruce untuk pengukuran luas bidang dasar dan dengan pencatatan diameter pohon yang dihitung pada setiap titik. Metode ini memberikan ukuran kerapatan yang tidak bergantung pada jenis. Indeks kerapatan Reineke mempunyai banyak penerapan praktis delam mengevaluasi perkembangan tegakan. Sebagai contoh:

Indeks tersebut memungkinkan kerapatan tegakan dibandingkan tanpa memandang perbedaan tempat tumbuh dan umur.Dengan adanya tegakan tua tertentu yang dipandang untuk memenuhi tujuan pengelolaan, silvikulturis dengan menggunakan IKT dapat memproyeksikan ke belakang untuk menentukan jumlah pohon yang tepat yang hendaknya dijaga pada tegakan umur muda untuk berkembang pada kerapatan yang sama.

Studi penjarangan dan kontrol stok menentukan tingkat batas atas dan bawah luas bidang dasar yang diinginkan.

Tegakan yang dijaga pada luas bidang dasar konstan berakibat pengurangan kerapatan secara berangsur karena bila hal ini dikerjakan luas bidang dasar sebagai presentase luas bidang dasar normal menurun dengan berjalannya waktu.

d. Metode Tabel Hasil Bruce

Agar dapat menentukan kerapatan tegakan berdasarkan volume tegakan, volume per pohon ditemukan membutuhkan korelasi karena variasi tinggi/diameter (h/d) dalam tegakan yang berdiameter tegakan rata-rata sama.

Variabel dalam metoda ini dapat diukur dengan mudah dan teliti dalam tegakan. Kerapatan tegakan dapat dievaluasi dengan tidak bergantung pada umur dan kualitas tempat tumbuh. Kurangnya tabel hasil yang dapat dibandingkan untuk kebanyakan jenis mengurangi kegunaan metode tersebut, dan pada setiap kasus kegunaannya terbatas untuk perbandingan kerapatan tegakan dalam suatu jenis dan daerah tertentu.

e. Metode Persaingan Tajuk

Metode Bruce mempunyai keterbatasan maka muncul metode persaingan tajuk digunakan untuk pengukuran kerapatan tegakan yang didasarkan pada prinsip biologis yaitu korelasi yang tinggi antara lebar tajuk pohon yang tumbuh terbuka dan diameternya. Metode ini terbukti berguna untuk estimasi pengurangan tinggi yang disebabkan oleh berbagai derajat stagnasi pada Pinus contorta (Alexander dkk, 1967).

Metoda ini dikembangkan untuk memberikan data jumlah ruang tumbuh maksimal yang dapat digunakan oleh pohon dan data keperluan pohon minimal untuk mempertahankan tempatnya dalam tegakan (Krajicek dkk, 1961). Pohon yang tumbuh terbuka harus digunakan untuk mengumpulkan data proyeksi luas tajuk vertikal dengan diameter pohon, karena hanya pohon yang tumbuh terbuka hubungan luas tajuk dengan setiap diameter setinggi dada tidak dipengaruhi oleh persaingan.

Sumber : Handbook of Indonesian Forestry, 2005. Departemen Kehutanan, Jakarta. 185 h.

No comments: